JAKARTA. Harga Crude Palm Oil (CPO) masih terus tetap tinggi sepanjang tahun ini. Tercatat, harga CPO stabil selalu di atas MYR 5.000 per ton sejak awal tahun hingga saat ini. Analis menilai hal ini akan menjadi katalis positif untuk kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) pada tahun ini.
Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi mengatakan, kenaikan harga CPO akan berdampak positif terhadap kinerja AALI. Pasalnya, harga CPO yang tinggi akan ikut mendorong Average Selling Price (ASP) AALI naik. Walau begitu, ia menyebut adanya pengenaan tarif ekspor membuat kenaikan ASP tersebut tidak akan setinggi kenaikan dari harga komoditasnya.
Sebagai informasi, guna menekan harga minyak goreng dalam negeri, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif pungutan ekspor atau levy CPO dan produk turunannya dari maksimal US$ 355 per ton menjadi US$ 375 per ton.
“Karena bagaimanapun AALI masih harus bersaing harga dengan kompetitor non-Indonesia,” kata Wafi ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/3).
Selain itu pemerintah saat ini juga memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk produk CPO. Analis BRI Danareksa Sekuritas Andreas Kenny mengatakan kebijakan tersebut bisa menghambat ekspor AALI pada tahun ini.
Walau volume ekspor berpotensi berkurang, tapi dengan harga CPO internasional yang tinggi, ia menilai hal tersebut akan dapat membantu AALI.
Seiring dengan kenaikan harga CPO internasional, ia pun menaikkan proyeksi harga rata-rata CPO untuk tahun ini, dari semula MYR 3.800 per ton menjadi MYR 5.000 per ton. Mengacu dari asumsi ini, maka harga efektif menjadi Rp 13.975 per kg atau naik 23,3% secara yoy.
Lebih lanjut, pada tahun ini, ia memproyeksikan produksi inti AALI akan naik sebesar 3% yoy, ditambah dengan lebih banyaknya pembelian tandan buah segar (TBS) membuat pertumbuhan produksi diperkirakan mencapai 5% yoy. Sementara itu, volume penjualan CPO diperkirakan sebesar 1,5 juta ton untuk tahun ini.
Namun, Wafi justru menyangsikan AALI bisa membukukan pertumbuhan produksi pada tahun ini. Ia memperkirakan produksi CPO AALI tahun 2022 hanya di kisaran 1,4 juta ton atau turun 2,3% yoy.
“Karena produksi TBS juga diperkirakan mengalami penurunan yang disebabkan oleh rata-rata usia tanaman yang cukup tua. Di satu sisi program replanting AALI juga cenderung stabil,” imbuh Wafi.
Sementara dari sisi operasional, AALI dinilai akan mengalami kenaikan seiring dengan harga pupuk yang juga naik. Namun, menurut Andreas, dengan kinerja top line yang solid, seharusnya bisa menutupi kenaikan biaya tersebut. Alhasil, laba bersih AALI pada tahun ini berpotensi kembali naik.
“Kami memperkirakan pendapatan AALI pada tahun ini bisa mencapai Rp 28,04 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 3,4 triliun,” ujar Andreas.
Jika dibandingkan dengan perolehan tahun lalu, maka pendapatan tersebut berpotensi naik 15,29% mengingat AALI mencatatkan pendapatan sebesar Rp 24,32 triliun. Sedangkan untuk laba bersihnya akan tumbuh hingga 78,95% dari raihan tahun lalu yang sebesar Rp 1,9 triliun.
Seiring dengan potensi pertumbuhan laba bersih tersebut, maka AALI berpotensi mempunyai posisi kas yang lebih tinggi. Alhasil, Andreas pun menaikkan target price untuk AALI dari Rp 19.000 per saham menjadi Rp 20.000 per saham dengan rekomendasi beli.
Sementara Wafi meyakini efisiensi balance sheet yang sudah dilakukan AALI dari tahun 2019 masih akan tetap berlanjut. Hal ini pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap profitabilitas AALI. Ia pun masih mempertahankan rekomendasi beli untuk AALI dengan target harga Rp 14.100. (Hikma Dirgantara)
Sumber: KONTAN.CO.ID