Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk Santosa menuturkan bahwa terjadi pertumbuhan produksi yang kurang signfikan. Meski tumbuh sebesar 4,8% pada 2023 dibanding 2022, tetapi angka di 2023 itu tidak jauh berbeda dibanding produksi sebelum 2022. Santosa mengatakan produksi AALI pada 2023 sebesar 3.312.149 ton dari yang sebelumnya 3.159.533 ton pada 2022.
Dia menjelaskan saat pemerintah memberlakukan larangan ekspor pada 2022, produksi Perseroan pun ikut anjlok. Seperti diketahui, sepanjang 28 April-Mei 2022 pemerintah melarang ekspor minyak sawit dan turunannya lantaran kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
“Kenapa naik? Karena tahun sebelumnya jelek. Ketika ada (larangan) ekspor masih bisa menerima buah dari luar walaupun tidak maksimal. Pada 2022 banyak pabrik yang tutup, rotasi diperpanjang dan pasti produksi TBS sawit dari kebun intinya turun,” urai dalam acara Talk to CEO di Bandung, Jumat (17/2/2024).
“Walaupun hanya sebulan, dampaknya panjang. Jadi, volume produksi yang normal sebenarnya pada 2023 kemarin,” tambah Santosa.
Adapun Astra Agro Lestari, memiliki total 210.000 hektare perkebunan sawit. Santosa menyebutkan produksi Astra Agro Lestari tahun ini stagnan karena sepertiga pohon sawit perseroan memasuki masa penurunan produktivitas. Sepertiga pohon sawit AALI ditanam pada 1994-1997, maka sepertiga pohon kini berumur 27 – 30 tahun. Santosa mengatakan produktivitas pohon sawit umumnya memuncak sejak berumur 12 – 14 tahun dan stabil pada umur 20 – 22 tahun.
Oleh karena itu, Santosa mengungkapkan penanaman kembali pohon sawit dilakukan saat pohon sawit menginjak umum 25 – 27 tahun. “Di kebun masih ada pohon sawit berusia 30 tahun. Itu produktivitasnya pasti turun. Saat itu kami pasti akan ada replanting,” ujarnya.
Pada tahun ini AALI menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 1,5 triliun. Menurut Santosa, anggaran ini paling banyak untuk penanaman kembali alias replanting pohon sawit 5.000-6.000 hektare. Santosa menyampaikan, luas lahan replanting pohon sawit tersebut mempertimbangkan aksi pembagian dividen bagi pemegang saham tahun ini. “Anggaran belanja modal tidak terlalu jauh dengan sebelumnya,” kata dia.
Ia pun menyebutkan, volume produksi tandan buah segar atau TBS sawit tumbuh 4,8% secara tahunan alias year on year (yoy) menjadi 3,31 juta ton tahun lalu. Dia pun mengaku realistis bahwa proyeksi produksi TBS 2024 tidak akan jauh berbeda dengan 2023.
“Namun ketika replanting kita jalankan, ke depannya pasti produksi akan meningkat,” jelas pria kelahiran Mojokerto, 1 Juni 1966 itu.
Selain itu, Santosa menuturkan bahwa replanting tersebut akan menyasar pada tanaman sawit dengan yield rendah. Untuk diketahui, istilah yield merujuk pada perhitungan produktivitas tanaman kelapa sawit per satu hektare per periode tertentu.
Adapun pada tahun 2022, yield Tandan Buah Sugar (TBS) AALI sekitar 16 ton per hektare, sementara pada tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 17 ton per hektare.
Lebih lanjut, Santosa mengatakan, dalam stabilisasi produksi di tengah siklus replanting, AALI juga mengandalkan pembelian TBS dari kebun plasma dan petani mitra di sekitar lokasi kebun. Adapun perbandingan produksi dari kebun inti dengan TBS dari eksternal mencapai 50:50.
“Sepanjang menunggu stabilisasi ini, tentu AALI harus tetap bertumbuh. Jadi mau enggak mau kita strateginya adalah melakukan trading,” kata dia.
Perkuat riset dan sustainability
Santosa juga mengungkapkan, perseroan terus mendorong pengembangan dan penggunaan pupuk dari bahan organik sebagian komitmen perusahaan perkebunan sawit terhadap penerapan prinsip sustainability (keberlanjutan).
“Penggunaan Astemic, sebagai pupuk organik sekaligus menjadi wujud komitmen perusahaan terhadap penerapan prinsip-prinsip sustainability,” ujar Santosa yang juga lulusan S-1 Sains Fisika Universitas Gadjah Mada.
Sejak 2023, lanjut dia, perusahaan telah meluncurkan penggunaan pupuk Astemic hasil pengembangan tim Research and Development (R&D) yang 100 persen berasal dari bahan organik dan ketersediaannya melimpah di Indonesia. Selain bahan organik, Astemic juga berasal dari konsorsium agen hayati mikroba yang diperoleh dari lahan-lahan perkebunan perusahaan serta endofit yang berasal dari dalam tanaman kelapa sawit.
Sumber: Sawitindonesia.com