Bisnis, JAKARTA — Proses peremajaan atau replanting menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas perkebunan dari lahan existing, di tengah moratorium pembukaan lahan baru. Lalu, bagaimana sejauh ini emiten perkebunan sawit menerapkannya?
Masa moratorium perizinan untuk pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit sejatinya salah satunya ditujukan untuk memperkuat industri sawit nasional.
Ketentuan moratorium tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Beleid tersebut pun telah berakhir masa berlakunya pada 19 September lalu. Sejauh ini, sejumlah pengamat meyakini Presiden Joko Widodo akan memperpanjang kembali kebijakan tersebut.
Adapun, selama proses moratorium tersebut, para pengusaha perkebunan sawit diharapkan mengoptimalkan lahan yang telah dimilikinya saat ini, ketimbang terus membuka lahan baru.
Proses peremajaan atau replanting menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas perkebunan dari lahan existing.
Lalu bagaimana strategi replanting serta menghadapi ketidakpastian dari program moratorium, yang dilakukan perusahaan pemilik perkebunan sawit, terutama emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Perusahaan sawit milik Grup Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) mengaku telah menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp1,2 triliun pada tahun ini. Belanja modal tersebut akan dialokasikan untuk replanting dan perawatan tanaman yang belum menghasilkan.
Direktur Utama Astra Agro Lestari Santosa mengatakan hal tersebut sejalan dengan agenda perseroan yang tiap tahunnya melakukan replanting sebesar 2,5% dari kebun yang ada.
“Untuk kebun inti AALI, kebijakan kami 2,5% dari lahan tertanam secara berkelanjutan. Dari waktu ke waktu akan dievaluasi sesuai dengan kondisi produktivitasnya. Untuk tahun ini, kami akan meremajakan sekitar 5.000 ha,” jelas Santosa kepada Bisnis, Selasa (21/9).
Untuk AALI sendiri, lanjutnya, moratorium sawit tidak akan berpengaruh secara langsung. Pasalnya, perseroan telah menerapkan kebijakan keberlanjutan sejak 2015 dan berkomitmen untuk tidak akan melakukan pembukaan lahan baru.
“Pengembangan luasan tertanam kebun inti AALI hanya akan dilakukan melalui merger dan akuisisi secara selektif, yakni kebun-kebun yang memenuhi standar keberlanjutan ISPO atau berpotensi untuk bisa dilakukan sertifikasi ISPO,” jelasnya.
Sebelumnya, Investor Relation Manager Astra Agro Lestari Fenny A. Sofyan menyebutkan perseroan akan mematuhi keputusan pemerintah Indonesia. Hal tersebut karena pihaknya mengatakan pemberlakuan kebijakan ini memang untuk kebaikan industri sawit nasional.
“Apa yang dilakukan pemerintah saat ini tujuannya agar tata kelola sawitnya lebih baik dan produktivitas sawit yang semakin tinggi,” katanya, akhir pekan lalu.
Fenny menambahkan apabila moratorium tersebut dilanjutkan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah serapan sawit dalam negeri. Menurutnya, program seperti mandatori biodiesel 30 atau B30 perlu dilanjutkan agar tingkat serapan sawit dalam negeri tetap terjaga.
Di sisi lain, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) mengalokasikan belanja modal sebesar US$42,8 juta pada 2021. Jumlah tersebut setara Rp599,2 miliar dengan asumsi nilai tukar Rp14.000 per dolar AS.
Wakil Direktur Utama Austindo Nusantara Jaya Lucas Kurniawan mengatakan bahwa sebagian besar belanja modal tersebut akan digunakan untuk replanting dan biaya pemeliharan tanaman sawit dari kondisi immature menjadi tanaman mature atau menghasilkan.
Aktivitas itu berkontribusi paling besar dari anggaran capex 2021 yaitu sekitar 39% dari total keseluruhan.
“Kemudian, yang cukup besar lainnya adalah pengembangan infrastruktur di perkebunan kami yang baru menghasilkan di Papua Barat, di mana kami harus melanjutkan pengerjaan terutama jalan dan pembangunan jetty untuk memperkuat akses logistik. Komponen itu berkontribusi 16% dari anggaran,” ujar Lucas saat paparan publik secara virtual, Rabu (9/6).
Emiten lainnya, Sekretaris Perusahaan PT Sawit Sumbermas Sarana Swasti Tbk. (SSMS) mengatakan perusahaan belum merencanakan untuk program replanting, mengingat pohon yang dimiliki masih produktif.
“Jadi di grup perusahaan kami belum ada tanaman yang sudah masuk masa replanting,” katanya kepada Bisnis, Selasa (21/9).
Swasti mengatakan tahun ini, perseroan terbuka untuk melakukan ekspansi. Misalnya, penambahan luas lahan perkebunan kelapa sawit, khususnya di Kalimantan Tengah. Adapun, total luas kebun inti perseroan mencapai 68.880 hektare (ha).
“SSMS terbuka dalam penambahan lahan perkebunan dan ekspansi perkebunan sawit asalkan sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.”
PETANI PLASMA
Swasti menambahkan SSMS membuka peluang kerja sama dengan petani plasma, seperti program meningkatkan hasil produksi dari lahan masyarakat. Saat ini, rata-rata yang dihasilkan dari masyarakat adalah sekitar 13 ton hingga 15 ton per ha per tahun untuk umur tanaman 10 tahun.
“SSMS melakukan kajian agronomi dan memberikan dosis pupuk per pokok yang tepat, sehingga produksi dari petani meningkat menjadi 18 ton—22 ton per ha,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT. Mahkota Group Tbk. (MGRO) Elvi mengatakan MGRO masih menjadi perusahaan pengolahan kelapa sawit tanpa perkebunan. Meski begitu, pihaknya tetap mendukung keputusan dari pemerintah terkait dengan moratorium sawit.
“Perusahaan memaksimalkan secara bertahap kapasitas terpasang pabrik untuk menjaga produksi CPO,” katanya kepada Bisnis.
Fokus MGRO pada hilirisasi produk CPO dan peningkatan ekspor mulai membuahkan hasil pada paruh pertama 2021. Manajemen MGRO pun optimistis dapat melanjutkan kinerja positif di sisa tahun ini dengan strategi serupa.
Berdasarkan laporan keuangan semester I/2021, MGRO mencetak penjualan sebesar Rp2,65 triliun naik 107% year-on-year (yoy).
Segmen penjualan minyak sawit menjadi kontributor terbesar dengan torehan Rp2,37 triliun atau naik 125% yoy. MGRO tercatat melakukan penjualan lebih dari 10% kepada pihak ketiga, yaitu PT Agri Ole Pte Ltd., PT Musim Mas, dan PT Intibenua Perkasatama.
Sementara itu, laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp1,1 miliar. Jumlah itu berbalik dari posisi rugi bersih Rp33,3 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. (Asteria Desi K)
Sumber: Bisnisindonesia.id