JAKARTA – Perlu komitmen berbagai pihak dalam mensejahterakan Suku Anak Dalam (SAD). Ke depan, sinergi multistakeholders akan dirancang dan terus didorong agar kemandirian komunitas yang sering disebut dengan Orang Rimba ini dapat terwujud.
Demikian poin penting yang mengemuka dalam Agribisnis Discussion Forum Tahun 2020 Series 2 Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Tema diskusi online itu “Kolaborasi Multistakeholders dalam Pemberdayaan Suku Anak Dalam (SAD) di Sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi,” yang digelar secara virtual oleh Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Rabu (2/12/2020). “Kami menyambut gagasan ini,” kata Rektor Universitas Jambi, Prof. Sutrisno, M.Sc, Ph.D saat memberikan sambutan.
Menurutnya, komitmen dan dukungan untuk kemandirian SAD juga selaras dengan misi Universitas Jambi (UNJA) yang mendapat amanah pemerintah RI dalam rangka perluasan akses pendidikan. “Bagaimanapun SAD merupakan WNI yang memilik hak yang sama terhadap pendidikan,” ujarnya.
Itu sebabnya, pada kesempatan diskusi tersebut, UNJA juga mengumumkan telah disepakatinya kerja sama antara UNJA dan perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu PT Sari Aditya Loka (SAL).
Kerja sama itu dilakukan dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dengan konsep merdeka belajar, menurut Prof. Sutrisno, UNJA membangun kolaborasi dengan banyak pihak, termasuk kerja sama antara dunia usaha dan dunia pendidikan.
Tidak hanya membahas problem pendidikan SAD, diskusi yang melibatkan beragam instansi itu juga membedah praktik-praktik pemberdayaan yang selama ini telah dilakukan, baik dari pemerintah pusat, kabupaten, dan non-government organizations (NGO). Upaya membangun kemandirian SAD melalui koordinasi berbagai pihak sebenarnya telah dimulai.
Juni 2019 lalu berbagai lembaga sepakat bergabung dalam Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam (FKPS-SAD). Dengan terbentuknya FPKS-SAD, penyelesaian isu-isu serta agenda pemberdayaan SAD menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang tergabung dalam forum ini.
FPKS-SAD sendiri merupakan forum yang terdiri dari beragam instansi, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan, LSM, universitas, maupun SAD. Seluruh anggota forum memiliki komitmen yang sama dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar SAD baik yang terkait dengan ruang penghidupan, pemukiman dan akses layanan.
Selama ini, menurut Budi Setiawan dari Yayasan Prakarsa Madani, meski telah banyak program yang dilakukan lembaga-lembaga, potret SAD masih terkesan sebagai masyarakat marginal.
Upaya membangun kemandirian SAD belum optimal. Yang sangat menonjol, menurutnya, belum adanya koordinasi, sinkronisasi dan integrasi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan intervensi program dan kegiatan terhadap SAD. “Mudah-mudah forum ini merupakan satu solusi strategis menuju kemandirian SAD dan kesejahteraan SAD,” katanya. (Sudarsono)