JAKARTA. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tetap melakukan efisiensi meski kinerja sepanjang tahun ini meningkat. AALI mengaku akan menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex) lebih rendah dari rencana awal. AALI akan menunda belanja modal untuk hal yang belum esensial.
AALI melakukan hal ini untuk mengantisipasi memburuknya industri kelapa sawit akibat pandemi Covid-19. “Jika sampai kondisi memburuk, likuiditas dan dana kas kami cukup mendanai operasional operasional, terutama membayar gaji karyawan, tutur Direktur Utama PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa, Rabu (26/8).
Santosa memperkirakan, serapan capex hingga akhir 2020 hanya Rp 1 triliun. Pada awal tahun, Astra Agro Lestari mengalokasikan capex Rp 1,3 triliun. Dana belanja modal hanya diperuntukkan pemeliharaan dan perawatan tanaman yang belum menghasilkan sekitar Rp 700 miliar. Sisanya untuk perawatan pabrik, pelabuhan, dan infrastruktur.
Direktur Keuangan sekaligus Sekertaris Perusahaan AALI Mario Gultom mengatakan, sepanjang Januari-Juni 2020, Astra Agro Lestari telah menyerap capex Rp 381,3 miliar. Jumlah ini merosot 35% dari realisasi capex pada periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 586,6 miliar.
“Sebanyak Rp 236 miliar digunakan untuk kegiatan plantation, non-plantation Rp 62 miliar, serta mill and port Rp 83 miliar,” kata Mario.
Salah satu rencana ekspansi yang ditunda akibat pandemi Covid-19 adalah fatty acid methyl ester (FAME) alias biodiesel. Menurut Santosa, pada akhir tahun lalu AALI membuka peluang membangun fasilitas pengolahan produk ini.
Di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, mempertahankan bisnis lebih penting daripada ekpansi bisnis. Santosa khawatir apabila capex untuk ekspansi dan arus kas bermasalah, maka keberlangsungan bisnis bakal terganggu.
Saat ini, AALI melaui anak usahanya PT Tanjung Sarana Lestari sudah bergerak di bisnis hilir crude palm oil (CPO) dengan mengoperasikan kilang penyulingan atau refinery berkapasitas 600.000 ton per tahun, tetapi belum menghasilkan FAME.
Tanjung Sarana Lestari hanya menjualnya ke perusahaan yang mengolahnya menjadi FAME maupun untuk bahan makanan maupun kosmetik.
Sumber: Kontan