akarta, CNBC Indonesia – Emiten perkebunan Tanah Air mencoba bertahan di tengah pandemi virus corona (Covid-19) yang memukul permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) secara global.
Namun adanya kebijakan pemerintah melalui implementasi biodiesel 30% membuat produsen sawit domestik masih dapat bertahan.
Managing Director Sinar Mas Gandi Sulistiyanto mengakui, virus corona benar-benar menghantam hampir semua lini bisnis Grup Sinarmas, tidak terkecuali di bisnis perkebunan melalui PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR)
Hanya saja, dampak pandemi bagi lini bisnis perkebunan tidak separah yang dirasakan seperti sektor properti dan lembaga keuangan karena masih mengandalkan ekspor dan negara-negara tujuan masih mengandalkan produk sawit Grup Sinarmas sebagai bahan pangan.
“Yang membuat kita stabil kebijakan biodiesel 30 persen, ini yang membuat sektor ini bertahan,” kata Gandi, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (15/4/2020).
Melalui mandatori biodiesel 30%, diperkirakan akan menyerap produk minyak sawit mentah (CPO) hingga 10 juta ton sawit untuk kebutuhan pangan di dalam negeri, sehingga dapat menyerap sawit yang sudah kelebihan suplai. Kebijakan ini juga dinilai akan mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) dan menghemat devisa.
“Apa yang dilakukan pemerintah saat ini tinggal disempurnakan, diperbaiki, sesuai dengan keadaan dari waktu ke waktu. Sejauh ini oke, kami mengapresiasi kecepatan pemerintah mengantisipasi industri ini,” katanya lagi.
Secara terpisah, analis CPO kenamaan, James Fry mengingatkan harga CPO masih akan tertekan dan bisa menurun tajam mengingat sejumlah negara seperti China, negara tujuan ekspor terbesar CPO RI melakukan karantina wilayah (lockdown) untuk mencegah penularan virus corona.
“Estimasi kami selama lockdown China, demand yang hilang sekitar 1 bulan dibandingkan proyeksi sebelum terjadi pandemi Covid-19. Sebagian besar konsumsi CPO yang hilang tersebut tidak akan pernah diraih kembali” kata Fry sebagaimana dilansir Reuters.
Dalam jangka panjang, pelambatan ekonomi global juga membuat outlook dari permintaan CPO masih belum bagus. “Periode pemotongan upah dalam satu periode, atau penambahan pengangguran, akan memukul belanja konsumen hingga resesi yang tajam berakhir” tambahnya.
Akibatnya, tentu saja permintaan akan mengalami penurunan, dan harga CPO mengalami tekanan.
Sumber: cnbcindonesia.com