UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia untuk Indonesia. Inovasi batik terus dikembangkan untuk mempertahankan warisan leluhur itu.
Inovasi itu salah satunya penggantian pada bahan dalam komposisi malam batik. Yakni parafin dari hasil energi minyak bumi digajlnti dengan Bio Paraffin Substitute (Bio PAS) yang berbasis kelapa sawit.
Perekaya Utama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknopogi (BPPT), Indra Budi Susetyo mengatakan, selama ini bahan untuk membatik salah satunya dari parafin yang berasal dari energi minyak bumi. Padahal, suatu saat minyak bumi habis.
Untuk itu, agar warisan budaya batik tetap lestari, perlu inovasi bahan dari energi terbarukan. “Itu ada pada sawit,” kata dia dalam sosialisasi dan workshop Pengembangan UKM Batik Berbasis Sawit di Yogyakarta, Kamis (10/10/2019).
Bahan malam batik terdiri berbagai komponen seperti gondorukem, parafin, microweak, kote, damar, motokucing dan CPO. “Parafin itu yang kita ganti dengan Bio PAS dari produk sawit,” ungkapnya.
Menurut dia, produk sawit di Indonesia sangat melimpah. Selama ini belum banyak yang memanfaatkannya untuk bahan formula malam batik. “Kita kenalkan ke perajin dan mereka menyukainya dibanding bahan berbasis parafin,” ungkapnya.
Menurut dia, penggantian parafin ke Bio PAS ini bisa menekan biaya produksi 20 persen bagi perajin atau produsen batik. “Kami yakin kalau semakin dikenal, para produsen batik akan menggunakannya,” tuturnya.
Saat ini produsen batik belum banyak yang menggunakannya, karena baru kita kenalkan sejak 2017 lalu mulai di Yogyakarta, Solo, Banyumas, Pekalongan dan lainnya.
“Produk sudah ada yang dijual di pasaran namum jumlahnya belum banyak,” ungkapnya.
Peneliti Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta Kementrian Perindustrian RI, Farida mengatakan, Bio PAS sudah diformulasi menjadi malam Batik menunjukkan hasil yang bagus
Penggunaan Bio-PAS pada proses pembatikan mampu menjadi perintang warna yang bagus. “Tidak terdapat rembesan warna yang masuk di tapak alat membatik atau canting,” katanya.
Selain itu, kata dia, hasil pewarnaan yang dihasilkan lebih tajam dan cerah. “Karena tahan terhadap larutan alkali dan asam akibat zat pewarna sintesis,” ungkapnya.
Kepala BBKB Titi Purwati Widowati mengatakan, formulasi turunan sawit ke dalam malam batik merupakan substitusi potensial dari paraffin untuk industri kreatif batik. “Ini memberi peluang kemandirian dan jaminan penyediaan bahan secara jangka panjang berbasis bahan terbarukan lokal,” kata dia.
Menurut dia, salah satu keunggulan produk malam batik ini tidak hanya menggantikan parafine basis minyak bumi. Tapi juga mengurangi beberapa komponen dalam pembuatan malam seperti minyak CPO.
“Tentu bisa mengurangi harga malam batik tanpa mengurangi kualitas produk batik,” kata dia.
Dalam sosialiasasi ini BPPT dan BBKB mendapat dukungan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kementerian Keuangan. Acara dihadiri 40 peserta dari berbagai UKM dan atau kelompok batik di Yogyakarta, Sleman, Bantul, Gunungkidul dan Purworejo Jawa Tengah. (atx)