Bisnis, JAKARTA Harga minyak kelapa sawit (crude palm oiV/CPO) berakhir di zona merah pada Senin (23/9).
Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO kontrak Desember 2019 di Bursa Derivatif Malaysia melemah 1,66% atau 37,00 poin ke posisi 2.188 ringgit per ton, melanjutkan pelemahan pada sesi pembukaan sebesar 0,27% atau 6,00 poin ke posisi 2.219 ringgit per ton.
Artinya, sudah 4 hari ini, harga sawit tak beranjak dari zona merah.
Sementara itu, harga CPO baru menguat 5,99% dari awal tahun ini.
Penurunan harga sawit pada hari ini mengikuti jejak kompetitornya, minyak kedelai. Selain itu, juga dipicu oleh kekhawatiran terhadap pelemahan ekspor minyak tropis tersebut.
Harga minyak kedelai di Chicago jatuh 1,9% pada Jumat (20/9), karena delegasi China membatalkan kunjungan mereka ke pertanian AS. Hal itu disebut-sebut iktikad baik China untuk menyelesaikan perang dagang.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump menolak perjanjian perdagangan yang setengah-setengah dengan China. Pernyataan tersebut menambah ketegangan baru dalam perang dagang yang berkepanjangan ini.
Seperti dikutip dari Bloomberg, AmSpec Agri melaporkan pengiriman kelapa sawit, minyak goreng yang paling banyak dikonsumsi, menyusut hampir 11 % dari bulan sebelumnya menjadi 917.000 ton selama 20 hari pertama bulan ini.
Intertek melaporkan, ekspor sawit Malaysia untuk 1-20 September mencapai 917.945 ton. Sementara itu, ekspor ke Uni Eropa mencapai 239.895 ton.
Wang Tao, analis pasar Reuters mengatakan harga CPO kemungkinan terhenti pada level support 2.219 ringgit per ton, dan jatuh ke level support berikutnya 2.161 ringgit per ton.
Dalam perkembangan lain, Malaysia mempertahankan bea ekspor minyak sawit mentah untuk Oktober tidak berubah pada nol persen.
Produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia itu menghitung harga referensi minyak sawit sebesar 2.145 ringgit per ton untuk Oktober 2019. Setiap harga di atas 2.250 ringgit akan dikenakan bea.
Source: Bisnis Indonesia