BANGKOK, KOMPAS-Pemerintah India berjanji menyamakan tarif bea masuk produk minyak kelapa sawit olahan impor (refined bleached deodorized palm oil/RBDPO) dari Malaysia dan Indonesia. India selama ini mengenakan bea masuk berbeda, yakni 45 persen untuk produk asal Malaysia dan 54 persen untuk produk asal Indonesia, sehingga dinilai merugikan Indonesia.
Bea masuk produk minyak sawit olahan dari Malaysia akan dinaikkan sehingga sama dengan bea masuk produk sejenis dari Indonesia. Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita, seusai pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan, Industri, dan Perkeretaapian India Piyush Goyal, di sela-sela ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) ke-51, di Bangkok, Thailand, Minggu (8/9/2019) malam, menyampaikan rencana itu. Kebijakan itu diperkirakan mulai terealisasi tahun 2019.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengungkapkan, India selama ini mengenakan tarif bea masuk 45 persen untuk produk minyak sawit olahan (refinedproducts) dari Malaysia. Sementara tarif bea masuk dari Indonesia 9 persen lebih tinggi atau 54 persen.
Menurut Enggartiasto, pada prinsipnya Indonesia sangat terbuka dalam menjalin perdagangan dengan India. Indonesia bisa mengimpor gula mentah dari India dengan kadar ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis) yang rendah. Selama ini, gula mentah diimpor dari Australia dan Thailand dengan kadar ICUMSAyang lebih tinggi. Dengan adanya alternatif pemasok gula mentah impor, harga diharapkan jadi lebih murah.
Terkait impor sapi dari India, Pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Perdagangan, memberi kesempatan lebih luas kepada India untuk mengekspor sapi ke Indonesia sesuai kebutuhan. Selama ini, alokasi izin impor sapi dari India sebanyak 100.000 ton per tahun. ”Kalau kurang, ya, bisa ditambah,” kata Enggartiasto.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menambahkan, India mengalami defisit dalam perdagangan dengan Indonesia, yakni mencapai 8 miliar dollar AS tahun lalu.
Oleh karena itu, dalam perdagangan internasional, Indonesia perlu melakukan perdagangan yang berkelanjutan dengan India. Peluang kerja sama perdagangan dengan India perlu ditingkatkan agar menguntungkan kedua pihak.
Iman mengatakan, Indonesia juga dapat meningkatkan ekspor produk emas ke India karena kebutuhan emas di India cukup besar. Sebaliknya, Indonesia dapat mengimpor bahan kimia untuk produk farmasi dari India untuk mengurangi ketergantungan impor dari negara lain, seperti China.
Data Kementerian Perdagangan, total nilai perdagangan Indonesia dan India tahun 2018 mencapai 18,74 miliar dollar AS. Total ekspor Indonesia ke India 13,72 miliar .dollar AS dan total impor dari India 5,01 miliar dollar AS.
Dari total nilai ekspor 13,72 miliar dollar AS, ekspor nonmigas Indonesia ke India mencapai 13,66 miliar dollar AS dan ekspor migas 61,49 juta dollar AS. Dari total nilai impor 5,01 miliar dollar AS, nilai impor nonmigas Indonesia dari India 4,90 miliar dollar AS dan impor migas 113,96 juta dollar AS.
Gapki mencatat, volume ekspor produk minyak sawit Indonesia tahun 2018 mencapai 32,02 juta ton. Tujuan utamanya adalah India (6,71 juta ton), Uni Eropa (4,78 juta ton), China (4,40 juta ton), Pakistan (2,18 juta ton), dan Afrika (2,58 juta ton).
Source: Kompas