JAKARTA Pemerintah siap melindungi 16,20 juta orang tenaga kerja yang menggantungkan hidup di sektor kelapa sawit nasional mulai dari hulu hingga hilir. Industri kelapa sawit saat ini sedang terancam dengan berbagai tuduhan dan kampanye hitam yang dilancarkan Uni Eropa (UE). “Kalau sampai ambruk maka dampaknya terhadap perekonomian luar biasa. Negara akan hadir untuk melindungai 16,20 juta orang yang hidupnya tergantung pada kelapa sawit,” ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono di Jakarta, kemarin.
Kasdi Subagyono mengatakan hal tersebut ketika membuka International Labour on Palm Oil Conference. Menyikapi berbagai ancaman UE terhadap industri sawit nasional melalui RED (Renewable Energy Derective) II yang melarang sawit sebagai biodisel, Kasdi menyatakan, itu sebagai hal serius yang harus dihadapi. “Dalam menghadapinya kita juga harus memperhatikan kesinambungan hubungan antarnegara dimana kita sudah punya UE Indonesia CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement), karena itu masalah ini diangkat ke ranah WTO saja,” katanya seperti dilansir Antara.
Ketentuan dalam RED II yang memasukkan sawit sebagai tanaman yang sangat berisiko terhadap lingkungan sudah diundangkan sehingga tidak bisa diapa-apakan lagi. “Kita bisa saja bermain keras dengan langsung stop ekspor, pasti akan banyak pabrik di Eropa yang bangkrut. Tapi kita melakukan pendekatan persuasif yang lebih baik,” katanya. Menurut Kasdi, di sektor hulu sawit masih memiliki peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, sedangkan di hilir ada peluang besar menyerap tenaga kerja lebih banyak. Apabila hilirisasi digarap dengan baik akan banyak produk yang dihasilkan sehingga tenaga kerja yang diserap juga semakin banyak.
Sedangkan untuk standar sawit berkelanjutan, tambahnya, Indonesia sudah memiliki ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) yang diilhami dari RSPO (Rountable Sustainable Palm Oil). “Kalau ada klaim bahwa sawit Indonesia tidak sustainable maka ini tidak benar. Menerut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam lima tahun terakhir kita sudah tidak ada lagi pelepasan kawasan hutan sehingga salah kalau dikatakan sawit membuka hutan,” kata Kasdi.
Menurut dia, ISPO akan disangkutkan dengan SDGs (Sustainable Development Goals) sehingga membahas sawit akan berkaitan dengan pengentasan kemiskinan dan lingkungan. Dalam perspektif ketenagakerjaan, lanjutnya, ISPO sangat memperhatikan kepentingan pekerja karena ada prinsip K3 harus diterapkan, ada kesehatan dan peningkatan kemampuan pekerja dan lain-lain. “Ini merupakan keberpihakan pemerintah terhadap pekerja sawit,” katanya.
Kepala Pusat Pelatihan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementan Bustanul Arifin menyatakan, untuk profesi di perkebunan kelapa sawit sudah ada Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKN). Saat ini, lanjutnya, sebanyak 3.480 sertifikat dikeluarkan atau masih terlalu sedikit dibandingkan jumlah pekerja sawit. “SKKN ini sangat penting karena disesuaikan dengan kebutuhan industri. Jumlahnya masih sedikit,” katanya.
Dia mengakui, masih rendahnya sertifikasi untuk pekerja di perkebunan tersebut karena BPPSDMP masih memfokuskan pada sektor tanaman pangan. Karena itu, pihaknya membuka kesempatan perusahaan perkebunan melakukan pelatihan menggunakan modul-modul SKKN sehingga leibh banyak lagi pekerja yang bersertifikat kompetensi.