TROPIS.CO, JAKARTA – Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumarjono Saragih menyatakan bahwa Gapki terus mendorong kerja sama dengan Jejaring/Serikat Pekerja Buruh Sawit Indonesia (Japbusi) untuk melawan berbagai kampanye negatif serta upaya memperbaiki dan meningkatan kualitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja industri perkebunan kelapa sawit melalui sosisalisasi, pelatihan dan sharing best practice.
“Kami memahami bahwa keberlanjutan merupakan sebuah proses di mana dalam proses tersebut sangat mungkin terjadi perselisihan,” kata Sumarjono dalam acara Dialog antara Gapki dan Japbusi dalam rangka memperingati Hari Buruh di Hotel Crown, Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Untuk itu, menurutnya, dialog sosial termasuk peran bipartrit dan tripartrit dalam proses penyelesaian perselisihan harus dikuatkan.
“Bukan dengan cara menyalahkan atau mempermalukan satu sama lain,” tutur Sumarjono.
Gapki dan Japbusi juga terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak maupun stakeholder baik di tingkat nasional maupun internasional dan berbagai pihak pemerhati sawit untuk berbagi informasi, pengetahuan terkait tata kelola sawit berkelanjutan.
Kedua asosiasi ini juga siap bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan ketenagakerjaan di industri kelapa sawit.
Diharapkan, sikap positif ini makin mendukung peran industri kelapa sawit agenda pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs).
Tidak hanya unsur pengusaha dan buruh, dalam dialog tersebut kedua belah pihak turut mengajak pemerintah untuk ikut serta secara aktif dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kondisi tenaga kerja dan petani kelapa sawit Indonesia, yaitu dengan membuat regulasi-regulasi yang mengatur secara khusus tentang ketenagakerjaan sektor perkebunan kelapa sawit.
Sementara Sekretaris Eksekutif Japbusi Nursanna Marpaung mengungkapkan bahwa kebijakan Uni Eropa yang akan melarang penggunaan sawit sebagai bahan baku biofuel dinilai berpotensi mengancam kelangsungan hidup 16 juta orang pekerja di sektor industri kelapa sawit di Tanah Air.
“Saat ini pekerja di Industri kelapa sawit baik swasta maupun negara sebanyak 3,75 juta orang.”
“Selain itu, terdapat juga 2,2 juta petani sawit. Jadi secara total jumlah pekerja yang terlibat rantai pasok sawit bia mencapai 16,2 juta orang,” ujar Nursanna.
Karena itu, Nursanna juga sangat mendukung pemerintah dalam upaya memperjuangkan komoditas sawit dari diskriminasi dan kampanye negatif.
Apalagi, industri kelapa sawit memang tak hentinya diterpa isu negatif. Salah satunya adalah isu mengenai tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit.
Terutama, isu mengenai upah dan kesejahteraan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit.
Japbusi merupakan asosiasi yang terdiri dari empat konfederasi yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Rekonsiliasi, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, dan Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia.
Selain empat konfederasi, ada sembilan federasi serikat pekerja yang memiliki basis di industri kelapa sawit Indonesia yakni Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Rekonsiliasi, Federasi Serikat Buruh Kehutanan Perkebunan dan Pertanian Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Federasi Logam Mesin Elektrik dan Elektronik Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Federasi Transportasi Industri Umum dan Angkutan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Federasi Serikat Buruh Makanan Minuman Pariwisata dan Hotel Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Federasi Serikat Buruh Kontruksi Umum dan Informal Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Federasi Serikat Buruh Niaga Keuangan dan Perbankan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Federasi Pertanian Perkebunan Peternakan Perikanan dan Kehutanan Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia.
Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia.
Tahun 2017, ekspor minyak sawit mendulang devisa sebesar Rp317 triliun atau sekitar 13 persen dari total nilai ekspor nasional.
Angka tersebut lebih besar daripada nilai ekspor migas yakni sembilan persen.
Selain itu 41 persen perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh rakyat, sementara sisanya 59 persen dimiliki oleh perusahaan baik swasta maupun pemerintah.