Para pemimpin bisnis senior Asia Pasifik tergabung dalam APEC Business Advisory Council (ABAC) mendukung rencana pemerintah Indonesia menggugat Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan larangan penggunaan minyak sawit {Crude Palm OH/QPO). Mereka berharap, ketegangan perdagangan segera berakhir.
CHAIRMAN ABAC 2019 Richard von Appen menilai, langkah pemerintah Indonesia membawa masalah diskriminasi sawit ke WTO sudah tepat. Dengan langkah tersebut. diharapkannya. WTO bisa menemukan sumber masalah yang membuat perdagangan terasa tidak adil.
“Kami tentu ingin membantu mereka yang tidak memiliki suara, dan penting untuk mengungkit kasus (diskriminasi) ini. Serta menunjukkan kepada dunia bahwa banyak talenta (negara-rcJ) yang menantikan peluang untuk bergabung di perdagangan global,” ujar Appen saat konferensi pers ABAC 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta, kemarin.
Appen berharap, isu diskriminasi sawit bisa diselesaikan sesuai aturan. Ketegangan dalam perdagangan sejatinya lumrah terjadi. Dan. semoga masalah ini hanya persoalan sementara saja.
Sekadar informasi, para pemimpin ABAC saat ini sedang menggelar pertemuan di Jakarta sejak 23 April 2019. Dalam pertemuan, hadir ekonom dan pebisnis dari 21 negara di Asia Pasifik. Dari pertemuan ini. mereka akan membuat rumusan masukan untuk diberikan kepada masing-masing pemimpin negara dalam pertemuan APEC di Chile November mendatang.
Di tempat yang sama. Chairman of Regional Economic “Kami tentu inginmembantu mereka yangtidak memiliki suara,dan penting untuk mengungkit kasus (diskriminasi) ini. Serta menunjukan kepada dunia bahwa banyak talenta (negara-red) yang menantikan peluang untuk bergabung di perdagangan global.” Integration Working Group Sir Rod Eddington juga menyatakan dukungan terhadap pemerintah Indonesia. Dia meminta WTO berperan aktif dan menjunjung tinggi peraturan perdagangan yang sudah disepakati bersama, sehingga tidak ada negara yang semena-mena.
“WTO punya peranan krusial (penting) dalam membantu negara-negara menyelesaikan pertikaian dagang. Terutama penting bagi negara dengan ekonomi kecil. Tanpa WTO, negara-negara dengan ekonomi besar akhirnya akan mengatur peraturan,” kata Eddington.
Eddington mengajak berbagai pihak mempercayai peran WTO dalam menangani sengketa dagang. Dia berharap, ketegangan dagang soal minyak sawit bisa cepat berakhir. Karena ketegangan akan merugikan semua pihak.
“Aksi retalisasi, balas berbalas, hanya akan merugikan ekonomi. Terutama ekonomiekonomi kecil,” ingatnya.
Seperti diketahui. hubungan dagangan Indonesia dengan Uni Eropa dalam situasi tegang. Pemerintah Indonesia mengancam akan melakukan aksi balasan jika Benua Biru itu mengesahkan regulasi melarang penggunaan sawit.
Jajaki Firma AS
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengungkapkan, pihaknya sedang berkonsultasi dengan lima firma hukum dari berbagai negara. Dari kelima lembaga itu nanti akan dipilih untuk mendampingi pemerintah melakukan gugatan ke WTO.
“Dari kelima firma hukum salah satunya dari Amerika Serikat (AS). Sebuah firma besar sudah memiliki banyak kantor cabang di berbagai negara,” ungkap Oke kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menjelaskan, konsultasi yang dilakukan pihaknya kepada kelima firma membahas substansi Delegated Act (kebijakan larangan penggunaan sawit), mempelajari perkaranya untuk menentukan materi gugatan.
“Pemerintah Indonesia telah menyiapkan dokumen untuk melakukan gugatan ke WTO,” ungkapnya.
Oke menjelaskan, gugatan akan dilakukan bla keputusan Delegated Act resmi diterbitkan Uni Eropa. Kebijakan itu diperkirakan akan diumumkan pada 15 Mei 2019.