Di sebuah sudut tenang pelosok perkebunan sawit, jauh dari gemerlap kota, lahirlah sebuah kisah kecil yang begitu berarti. Kisah tentang seorang anak bernama Lalu Ahmad Fayaz, yang masih berusia tujuh tahun, namun sudah mampu menorehkan jejak yang membanggakan.
Fayaz bukanlah anak yang dibesarkan dengan segala kemewahan. Ia tumbuh di tengah alam sederhana, dengan tawa dan peluh keluarga yang setiap hari menyemai kehidupan. Senyumnya polos, matanya jernih, dan rasa ingin tahunya tak pernah padam. Dari ruang kelas yang sederhana, ia belajar, bermimpi, dan perlahan menapaki jalan menuju panggung nasional.
Siapa sangka, anak bungsu dari enam bersaudara ini akhirnya berhasil meraih medali emas Olimpiade Nasional Bahasa Inggris. Ia bukan hanya menjadi juara, tapi juga mengalahkan ratusan peserta dari sekolah-sekolah terbaik, bahkan sekolah internasional. Dengan tekun, Fayaz menuntaskan seluruh soal dengan sempurna dalam waktu yang lebih singkat dibanding peserta lain.
Namun, kemenangan ini bukan sekadar tentang angka dan piala. Kemenangan Fayaz adalah bukti nyata bahwa harapan bisa tumbuh di tempat yang sederhana. Ia adalah anak kebun yang berani bermimpi, dan diberi kesempatan untuk menggapai cita-cita.
Setiap pagi, sebelum sinar matahari menyusup di antara pohon-pohon sawit, Fayaz bersiap menuju sekolah. Sekolah dasarnya adalah sekolah binaan PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi (GSIP) dan PT Agro Menara Rachmat (AMR), unit usaha dari Astra Agro Lestari. Di sanalah benih mimpinya tumbuh. Bukan hanya lewat buku dan angka, tapi lewat sentuhan para guru yang sabar, yang tak hanya mengajar tapi juga membimbing dengan hati.
“Fayaz selalu bersemangat, tekun, dan tak pernah lelah belajar. Yang membuatnya istimewa, ia percaya bahwa dirinya mampu,” kata gurunya, Putri Azzahra Salsabilla, penuh kebanggaan.
Di balik itu semua, ada sosok ibu yang menjadi cahaya dalam perjalanan Fayaz. Seorang perempuan sederhana yang tak kenal lelah mendampingi, mengulang kata demi kata, membacakan cerita, melatih pengucapan bahasa Inggris dengan penuh kesabaran. Ibunya bukan hanya pendamping belajar, melainkan juga sumber semangat dan keyakinan.
“Nggak pernah berharap apa-apa, kalau kata ibu yang penting berusaha dan belajar terus aja,” begitu ungkap Fayaz saat ditanya apa yang memotivasinya hingga mampu menjadi sang juara.
Baginya, bisa percaya diri ikut berbagai macam lomba saja sudah membuat keluarganya bangga, sehingga anak sekecil Fayaz pun tidak pernah berekspektasi tinggi dari kemampuannya sendiri.
Prestasi Fayaz juga tak lepas dari fondasi yang dibangun oleh Astra Agro. Di balik kesibukan bisnis dan operasional, perusahaan ini menanam investasi lain yang tak kalah penting: investasi pada masa depan anak-anak bangsa. Melalui sekolah binaan, pelatihan guru, dan fasilitas pendidikan, Astra Agro menciptakan ruang aman tempat mimpi anak-anak seperti Fayaz bisa bertumbuh.
Pilar pendidikan menjadi salah satu pilar utama yang menjadi komitmen Astra Agro dalam kontribusi untuk mencerdaskan kehidupan anak-anak di usia sekolah hingga mensejahterakan masyarakat.
Fayaz pulang dengan membawa emas, tetapi sesungguhnya ia membawa lebih dari itu. Ia membawa harapan—untuk anak-anak lain di pelosok negeri, untuk para orang tua yang setia mendampingi, untuk para guru yang sabar membimbing, dan untuk bangsa yang selalu bermimpi akan masa depan yang lebih cerah.











