Di sebuah desa kecil di pedalaman Sulawesi Tengah, di tengah hamparan kebun sawit yang membentang sejauh mata memandang, seorang gadis bernama Novita Sari kerap memanen jamur tiram dari ratusan baglog. Baglog ini sebutan untuk plastik atau tempat media tumbuh jamur tersebut. Plastik yang berbentuk silinder terbuat dari bahan polipropilena yang tahan panas ini tertata rapi di dalam sebuah ruang gelap, sebagian baglog sudah berbunga lebat jamur yang siap di petik. Sebagiannya lagi, masih kuncup.
Novita merupakan sekretaris dari komunitas karang taruna di Desanya, Desa Towiora, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, ia mencoba peruntungan baru dengan membudidayakan jamur tiram di bawah rindangnya pohon sawit, tidak sendirian, melainkan bersama beberapa anggotanya di karang taruna.
“Mulanya yang terbentuk karang tarunanya dulu, baru ide budidaya ini menjadi salah satu aktivitas di dalamnya,” sebut Novita.
Menurutnya, membangun komunitas ini prosesnya tak semudah membalikan telapak tangan, pasalnya, banyak anak-anak muda di Desa Towiora ini tidak melanjutkan pendidikan sehingga banyak yang tidak memiliki kegiatan. “Jangankan punya ide budidaya jamur ini awalnya, aktivitas sehari-hari saja kadang anggota kami bingung,” ungkapnya.
Hal tersebut yang mendasari Novita dan beberapa kelompoknya untuk menciptakan komunitas karang taruna yang diberi nama Karang Taruna Harapan Bangsa, terutama bagi Novita yang masih segar sebagai lulusan universitas ternama di Kota Palu, cukup untuk membuka matanya bahwa perubahan tidak harus datang dari kemapanan, tapi dari niat yang tulus.
Baginya pulang kembali ke kampung halaman dan membangun Desanya menjadi lebih baik menjadi cita-citanya saat membentuk karang taruna ini. “Kalau bukan kita siapa yang mau bangun Desa kita sendiri jadi lebih baik kan?” papar Novita penuh semangat. .
Dengan keterbatasan, lahir api semangat yang membakar keinginan untuk mengubah nasib generasi muda di desanya. Komunitas kepemudaan yang dijalankan oleh Novita dan anggotanya ini berhasil menggaet sekitar 60 anggota pemuda yang ada di Desa Towiora, Desa yang sebelumnya sunyi senyap dan jauh dari hiruk pikuk kota tanpa kegiatan kaum remaja, kini menjadi lebih ceria dan bewarna.
Banyak sekali kegiatan yang dilakukan oleh karang taruna di Desa Towiora, perayaan HUT 17 Agustus, perayaan hari besar umat beragama, kegiatan rutin desa seperti posyandu, kerja bakti dan lain sebagainya kini menjadi kegiatan rutin yang berhasil dijalankan oleh karang taruna.
Lebih membahagiakan lagi, komunitas ini mendapatkan respon yang begitu positif dari pemerintah desa, seluruh masyarakat, hingga industri yang hidup berdampingan dengan Desa Towiora. Kelapa sawit, menjadi satu-satunya industri terdekat bagi Desa Towiora. Lestari Tani Teladan (LTT) perusahaan sawit yang menyambut hangat inisiasi kepemudaan yang didirikan Novita dan anggotanya, apalagi melihat tujuan utamanya adalah untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat.
“Wah kalau PT LTT sih benar-benar mendukung kami, budidaya jamur ini bantuan nyata bagi kami dari LTT, mereka yang bangunkan rumah jamurnya, belikan ratusan baglognya, juga bantu pasarkan penjualannya,” ujar Novita.
Tak hanya bagi komunitas kepemudaannya, menurut Novi, begitu gadis kecil ini disapa PT LTT juga senantiasa memberikan berbagai kontribusi untuk Desa Towiora, sebagai desa binaannya, PT LTT tidak hanya memberikan kewajibannya, namun juga mendampingi masyarakatnya dari segala bidang. Misalnya saja, tidak hanya memberikan bantuan putus, namun juga pelatihan dan pendampingan rutin agar usaha dan bantuan yang diberikan dapat berkelanjutan, pun masyarakatnya juga mandiri dalam berwirausaha.
Bagi Novi yang masih terbilang dalam usia belia dan baru memasuki dunia kerja, meski pendapatan tak menentu dari budidaya jamur tiram ini, namun budidaya ini banyak memberikan peluang dan perubahan, bagi karang taruna khususnya. Apalagi untuk anggotanya yang tidak berkegiatan sebelumnya, kini dengan mengolah budidaya jamur, mereka memiliki aktivitas produktif dan juga menghasilkan nilai ekonomis.
Ada masanya, jamur tiram ini memasuki masa panen raya, pada masa itu panen jamur perhari bisa sampai berkali-kali dengan menghasilkan puluhan kilogram jamur yang dapat dijual. Menariknya lagi, budidaya jamur ini meskipun tidak dalam masa panen raya, setiap hari jamur berbuah dan dapat dipanen minimal 2 sampai 3 kali, sehingga setiap harinya budidaya ini pasti ada kegiatan memanen dan memasarkan hasil panennya.
Sukri D.M Lage, Kepala Desa Towiora mengungkapkan rasa bangganya terhadap inisiasi yang dibuat karang taruna Harapan Bangsa, baik dalam membangun komunitas kepemudaan maupun usaha budidaya jamur yang dijalankan dari bantuan PT LTT.
“Ya, tak bosan-bosannya kami dari Desa Towiora merasa bersyukur dengan adanya perusahaan sawit PT LTT, begitu banyak kontribusi yang dihadirkan untuk kami dari segala aspek kebutuhan masyarakat,” ungkap Sukri D.M Lage.
PT LTT yang merupakan salah satu entitas dari PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro) dalam misi salah satunya adalah mendorong pengembangan UMKM, khususnya di sekitar area perkebunan kelapa sawit, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam praktiknya Astra Agro melibatkan pemuda dengan memberikan pelatihan, pendampingan, dan akses pasar untuk membantunya tumbuh dan berkontribusi pada ekonomi daerah. Tentunya bertujuan untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat dan mewujudkan Desa yang sejahtera.
Dengan adanya Karang Taruna Harapan Bangsa ini sejalan dengan misi Astra Agro untuk sejahtera bersama bangsa, serta prinsip keberlanjutan melalui Sustainability Aspirations Astra Agro menetapkan target yang harus dicapai pada tahun 2030 mendatang, dengan mengkolaborasikan people, portfolio, dan public contributions, serta Good Corporate Governance (GCG) sebagai key enabler.
“Yang lebih penting, desa Towiora kini punya semangat baru, saya sebagai perwakilan Karang Taruna Harapan Bangsa ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat di sini bahwa melihat sawit bukan hanya sebagai pohon bisnis, tapi sebagai potensi masa depan yang bisa diolah dengan bijak dan lestari,” pungkas Novita Sari.
Kebun sawit bukan sekadar ladang minyak, ia adalah hamparan harapan dan keringat, Di balik rindang dan hijaunya, keseimbangan itu tercipta, antara rezeki dan lestari, antara industri dan nurani.










